Muhajir
Breaking News
Jumat, 10 April 2015
Kamis, 09 April 2015
Macam-macam Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu
Macam-macam
Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu
Sambungan
Kayu
Konstruksi kayu
merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung. Sambungan dan hubungan kayu
merupakan pengetahuan dasar mengenai konstruksi kayu yang sangat membantu dalam
penggambaran konstruksi sambungan dan hubungan kayu atau bagaimana pemberian
tanda (paring) saat melaksanakan praktik pembuatan sambungan dan hubungan kayu
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu
Kita bedakan antara hubungan kayu dan sambungan kayu. Yang
dimaksud dengan sambungan kayu adalah dua batang kayu atau lebih yang
disambung-sambung sehingga menjadi satu batang kayu panjang atau mendatar
maupun tegak lurus dalam satu bidang datar atau bidang dua dimensi. Sedangkan
yang disebut dengan hubungan kayu yaitu dua batang kayu atau lebih yang
dihubung-hubungkan menjadi satu benda atau satu bagian konstruksi dalam satu
bidang (dua dimensi) maupun dalam satu ruang berdimensi tiga.
Dalam menyusun suatu konstruksi kayu pada umumnya terdiri dari dua
batang atau lebih masing-masing dihubungkan menjadi satu bagian hingga kokoh.
Untuk memenuhi syarat kekokohan ini maka sambungan dan hubungan-hubungan kayu
harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
a.
Sambungan harus sederhana dan kuat. Harus dihindari takikan besar dan dalam,
karena dapat mengakibatkan kelemahan kayu dan diperlukan batang-batang kayu
berukuran besar, sehingga dapat merupakan pemborosan.
b.
Harus memperhatikan sifat-sifat kayu, terutama sifat menyusut, mengembang dan
tarikan.
c.
Bentuk sambungan dari hubungan konstruksi kayu harus tahan terhadap gaya-gaya
yang bekerja.
Hubungan kayu dibagi dalam 3 kelompok ialah:
a.
Sambungan kayu arah memanjang
b.
Hubungan kayu yang arah seratnya berlainan (menyudut)
c.
Sambungan kayu arah melebar (sambungan papan)
Sambungan
memanjang digunakan untuk menyambung balok tembok, gording dan sebagainya.
Hubungan kayu banyak digunakan pada hubungan-hubungan
pintu, jendela, kuda-kuda dan sebagainya. Sedangkan sambungan
melebar digunakan untuk bibir lantai, dinding atau atap.
Sambungan
Kayu Arah Memanjang Mendatar
Sambungan
memanjang ini terdiri dari sambungan mendatar dan tegak lurus.
a. Sambungan bibir lurus
b. Sambungan bibir lurus berkait
c. Sambungan bibir miring
d. Sambungan bibir miring berkait
e. Sambungan memanjang balok kunci
f. Sambungan memanjang kunci jepit
g. Sambungan tegak lurus.
Sambungan
Bibir Lurus
Sambungan
ini digunakan bila seluruh batang dipikul, misalnya balok tembok. Pada
sambungan ini kayunya banyak diperlemah karena masing-masing bagian ditakik
separuh kayu.
Gambar
12.14 Sambungan Bibir Lurus
Gambar 12.15 Sambungan Bibir Lurus
Sambungan
Bibir Lurus Berkait
Sambungan
kait lurus ini digunakan bila akan ada gaya tarik yang timbul. Gaya tarik
diterima oleh bidang kait tegak sebesar:
L x
1/5 t x į Tk
į Tk
=tegangan tekan yang diizinkan pada kayu/serat kayu dan oleh bidang geser
mendatar sebesar 1/5 t x 1 ¼ t x į gs
į gs = tegangan geser yang diizinkan pada
kayu = lebar kayu balok
Gambar 12.16 Sambungan Bibir Lurus Berkait
Sambungan Bibir Miring
Sambungan
bibir miring digunakan untuk menyambung gording pada jarak 2.5 - 3.50 m dipikul
oleh kuda-kuda. Sambungan ini tidak boleh disambung tepat di atas kuda-kuda
karena gording sudah diperlemah oleh takikan pada kuda-kuda dan tepat di atas
kaki kuda-kuda gording menerima momen negatif yang dapat merusak sambungan.
Jadi sambungan harus ditempatkan pada peralihan momen positif ke momen negatif
sebesar = Q. Maka penempatan sambungan pada jarak 1/7 – 1/9 dari kuda-kuda.
Gambar 12.17 Sambungan Bibir Miring
Sambungan
Bibir Miring Berkait
Sambungan
ini seperti pada sambungan bibir miring yang diterapkan pada gording yang
terletak 5 – 10 cm dari kaki kuda-kuda yang berjarak antara 2.50 – 3.50 m. Gaya
tarik yang mungkin timbul, diterima oleh bidang geser saja sebesar:
A x b x Õ gs
Õ gs
|
=
|
tegangan geser yang
diizinkan pada kayu
|
a
|
=
|
bidang kait
|
b
|
=
|
panjang bidang geser
|
Gambar 12.18
Sambungan Bibir Miring Berkait
Sambungan Memanjang Balok Kunci
Sambungan balok kunci ini digunakan pada konstruksi kuda-kuda
untuk menyambung kaki kuda-kuda maupun balok tarik. Ke dua ujung balok yang
disambung harus saling mendesak rata. Dalam perhitungan kekokohan bantuan baut
tidak diperhitungkan. Ketahanan tarik dihitung sebagai berikut:
a.
Daya tahan tarik pada penampang bagian batang yang ditakik yaitu:
b.
( T – a ) x L x į tr
į tr = tegangan tarik yang
diizinkan pada kayu Untuk kayu jati į
tr
= 100 kg/cm2
c.
Daya tahan tekan dari kait sebesar: a x L x į
tk
Untuk kayu jati į tk
= 100 kg/cm2
d.
Daya tahan geser dari kait sebesar: h x L x į
gs
Untuk kayu jati į gs
= 20 kg/cm2
Dari
ke tiga hasil daya tahan tersebut di atas yang diambil yang terkecil ialah daya
tahan batang tarik. Pengaruh baut-baut tidak dihitung, hanya untuk menjepit.
Pada umumnya panjang kunci 100 cm dan panjang takikan 25 cm, dalam takikan 2
cm. Jika tepat pada ke dua ujung batang dihubungkan dengan sebuah tiang
kuda-kuda (makelar), memerlukan lubang untuk pen yang berguna untuk penjaga-an menyimpangnya
batang. Bila terdapat lubang untuk pen maka disitulah bagian tarik terlemah.
Gambar 12.19
Sambungan Memanjang Balok Kunci
Sambungan Memanjang Balok Kunci Jepit
Dengan
adanya gaya-gaya, momen yang terjadi akibat adanya sambungan kunci hanya satu
sisi tersebut, maka kita perlu untuk menetralkan momen-momen sekunder tersebut
dengan membuat sambungan kunci rangkap yaitu dikanan dan kiri balok yang akan
disambung. Hal ini dinamakan sambungan balok jepit.
Gambar 12.20 Sambungan Memanjang Balok Kunci Jepit
Sambungan Kayu Arah Memanjang Tegak
Sambungan
ini biasa digunakan untuk menyambung tiang-tiang yang tinggi dimana dalam
perdagangan sukar didapatkan persediaan kayu-kayu dengan ukuran yang
diinginkan. Untuk itu perlu membuat sambungan-sambungan tiang, hal ini yang
disebut sambungan tegak lurus.
Gambar 12.21 Sambungan Memanjang Tegak Lurus
Hubungan Kayu
Hubungan
kayu merupakan dua buah kayu yang saling bertemu secara siku-siku, sudut
pertemuan atau persilangan. Hubungan kedua kayu tersebut selain dapat dilakukan
dengan takikan ½ kayu dapat pula menggunakan hubungan pen dan lubang. Pen dibuat
1/3 tebal kayu dan lubang pen lebarnya dibuat ½ tebal kayu yang disambungkan.
Untuk memperkuat hubungan kayu tersebut biasanya menggunakan penguat paku atan
pen dari kayu
Gambar 12.22 Hubungan Kayu Menyudut
Hubungan
pen dan lubang terbuka, karena lubangnya dibatasi dengan 3 bidang. Apabila pada
sambungan di atas bekerja gaya (gaya menekan balok B), maka pada prinsipnya
gaya itu ditahan oleh lebarnya pen supaya pennya kuat, maka bagian pen itu
diperlebar masuk ke balok A dan kayu A di cowak 1/8 -1/6 lebar balok B.
Hubungan ini disebut hubungan pen dan lubang pakai gigi.
Gambar 12.23
Hubungan Kayu Menyudut Dengan Lubang dan Gigi
Pada
hubungan sudut ada yang memakai istilah ekor burung terbenam. Pemakaian
hubungan ini bila tidak terpaksa karena ada gaya yang bekerja untuk melepaskan
hubungan, untuk itu jangan digunakan selain dalam pengerjaannya lebih sulit.
Gambar
12.24 Hubungan Ekor Burung terbenam
Hubungan
pada pertemuan dapat dibuat dengan menakik setengah tebal kayu atau dapat juga
dibuat hubungan pen dan lubang yang tembus maupun tidak tembus. Bilamana pada
balok tersebut menerima gaya tarik maka dapat dibuat dengan hubungan ekor burung layang. Pada bagian yang menerima
gaya tarik ditakik sebelah kanan dankiri sebesar 1/8 -1/6 lebar balok.
Gambar 12.25
Hubungan Ekor Burung Layang
Bilamana
hubungan ekor burung agar tidak kelihatan penampangnya dengan maksud agar
kelihatan rapi maka hubungannya dibuat tidak tembus dengan jalan memotong ekor
burungnya sebesar 2 cm. Dan untuk takikan ukurannya sama dengan hubungan ekor
burung layang.
Gambar 12.26
Hubungan Ekor Burung Layang (tidak tembus)
Sedangkan
bila pada hubungan pertemuan terjadi gaya ungkit yang bekerja maka dapat dibuat
hubungannya dengan ekor burung sorong. Untuk itu bibir ekor burung ditakik ½
tebal kayu dan pada samping kanan dan kiri dibuat takikan selebar 1/8 -1/6
lebar balok.
Gambar 12.27 Hubungan Ekor Burung Sorong
Apabila
pada hubungan pertemuan, dapat dibongkar pasang maka hubungan dibuat pen dan lubang tersebut
tembus dan dadanya dibuat takikan untuk tempat penguatan dengan pen.
Gambar
12.28 Hubungan Kayu Menyudut Dengan Lubang dan Pen
Pada hubungan persilangan
antara 2 balok biasanya digunakan pada hubungan balok gording dengan kaki kuda-kuda,
hubungan balok induk dengan balok anak. Umumnya hubungan itu disebut
loef, voorloef, dan loef voorloef.
Hubungan
loef artinya pada kedua balok saling bersilangan ditakik
sedalam 1.5 - 2 cm dari lebarnya. Salah satu takikan ini yang dinamakan dengan
loef.
Gambar 12.29
Hubungan Loef
Hubungan voorloef pada
balok pertama dibuat takikan lebar 1 -
1.5
cm dan dalamnya 1.5 - 2 cm panjangnya sama dengan lebar balok, sehingga disebut
voorloef. Untuk balok satunya atau yang ada diatasnya dibuat takikan sedalam
1.5 – 2 cm dan lebarnya sama dengan lebar balok dikurangi 2 x lebar takikan.
Gambar
12.30 Hubungan Voorloef
Hubungan loef voorloef merupakan kombinasi dari hubungan loef dan
voorloef, walaupun jarang sekali digunakan karena pembuatannya lebih
sulit. Adapun ketentuannya bahwa pada balok atas dibuat loef dengan takikan
sedalam 1.5 – 2 cm, sedangkan pada balok bawah dibuat loef dan voorloef sedalam
1.5 – 2 cm, lebarnya 1 – 1.5 cm, serta panjang loef dan voorloef sama dengan
lebar balok dikurangi 2 x lebar voorloef (1–1.5 cm).
Gambar 12.31
Hubungan Loef dan Voorloef
Sambungan Kayu Arah Melebar
Untuk papan-papan yang akan dipergunakan sebagai lantai atau dinding
bangunan, disambung terlebih dahulu agar lantai maupun dinding kayu dapat rapat
dan kelihatan bersih. Akan tetapi sebelum membuat sambungan hendaknya perlu
diperhatikan dahulu sisi mana yang akan disambung.
Adapun
teknik penyambungannya bermacam-macam ada dengan perekat, paku, alur dan lidah
dengan profil. Dengan paku sambungan akan lebih rapat walaupun terjadi susut
pada papan tersebut. Bila dengan sambungan bentuk lain khawatir ada penyusutan
sehingga dinding akan kelihatan jelek, maka dibuat lat atau profil untuk
mengelabui, di samping untuk factor keindahan dalam pemasangan.
Gambar 12.32 Macam-macam Sambungan Papan Melebar
Minggu, 22 Maret 2015
Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat Penyipat Datar.
Oleh : Drs. Andreas Mulyono,MT
( Widyaiswara PPPPTK BOE Malang)
Abstrak.
Pengukuran beda tinggi
adalah suatu pekerjaan pengukuran untuk menentukan beda tinggi beberapa titik
dimuka bumi terhadap tinggi muka air laut rata-rata. Pekerjaan ini dapat pula
diaplikasikan pada pekerjaan konstruksi bangunan dimana titik titik konstruksi
harus ditentukan ketinggiannya atau elevasinya. Untuk pekerjaan pengukuran pada
pekerjaan konstruksi memerlukan alat pengukur beda tinggi yang mempunyai
akurasi yang tinggi. Alat yang biasa dipakai pada pekerjaan pengukuran beda
tinggi adalah Water pas , selang ukur dan atau Pesawat Penyipat Datar. Alat
Pesawat Penyipat Datar yang dipakai untuk Melakukan pekerjaan pengukuran beda
tinggi harus mempunyai akusari yang disyaratkan , artinya alat tersebut harus
akurat, sehingga dapat menghasilkan pengukuran yang tepat.
1. Prinsip
dan Fungsi Pengukuran Beda Tinggi
Pengukuran beda tinggi
dilakukan dengan menggunakan alat Pesawat Penyipat Datar (waterpass). Alat
didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri
vertical. Maka beda tinggi dapat dicari atau dihitung dengan menggunakan rumus
pengurangan antara bacaan benang tengah rambu muka ( BTA ) dan
bacaan benang tengah rambu belakang ( BTB ).
Rumus beda tinggi antara dua titik :
Rumus beda tinggi antara dua titik :
BT = BTB – BTA
Keterangan :
BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah rambu Muka
BTB = bacaan benang tengah rambu Belakang
BTA = bacaan benang tengah rambu Muka
BTB = bacaan benang tengah rambu Belakang
Dalam setiap pengukuran
tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka, sehingga diperlukan
adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil dari
perhitungan.
Fungsi dari pengukuran
beda tinggi ini, antara lain :
a. Merancang jalan raya,Jalan KA dan saluran-saluran.
b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.
c. Menghitung volume pekerjaan tanah.
d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
a. Merancang jalan raya,Jalan KA dan saluran-saluran.
b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.
c. Menghitung volume pekerjaan tanah.
d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
2. Syarat - syarat pesawat penyipat datar.
Syarat
– syarat alat sipat datar adalah :
Pertama : Garis bidik teropong harus sejajar
dengan garis arah nivo.
Kedua : Garis arah
nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
Ketiga : Garis
mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
3. Pengukuran
Beda Tinggi.
Pengukuran beda tinggi
antara dua titik dapat dicari / dihitung dengan mencari selisih
pembacaan benang tengah ( bt ) dari kedua titik tersebut, sehingga :
ht = Btb - Btm
ht = beda tinggi
Btb = bacaan benang
tengah belakang
Btm = bacaan benang
tengah muka
Bila muka lebih tinggi
dari pada belakang maka ht bertanda positip dan sebaliknya.
Langkah Pengukuran :
1. Dirikan 2 patok P1
dan P2 yang berjarak 60 m , siapkan daftar pengukuran,
catat nomor pesawat penyipat datar yang akan dipakai .
2. Dirikan rambu ukur
di patok P1 dan P2 , tempatkan peswat penyipat datar ditengah tengah
P1 dan P2 ( posisi I ) dan stel pesawat penyipat datar sampai siap pakai.
Gambar Posisi Pesawat Di Tengah
3.
Lakukan pembacaan rambu ukur P0 dan P1 dan catat bacaan benang
tengahnya, misalnya bacaan P1 = 1.846 dan P2 = 0.342
4. Pindahkan pesawat
penyipat datar didepan P1 dengan jarak 5 m ( posisi II
) dan stel pesawat penyipat datar sampai siap pakai ,
selanjutnya arahkan pesawat ke rambu P1 dan ke P2, baca dan catat benang
tengahnya, misalnya P1 = 1.948 dan P2 = 0.440
5. Dengan dua kali
pengukuran ( posisi I dan Posisi II ) , lakukan perhitungan beda tinggi kedua
titik ( P1 dan P2 ) !
Gambar Posisi Pesawat Di Depan Rambu ± 5 m
Analisa hasil pengukuran
:
Beda tinggi
atitik P1 dan P2 dapat dihitung dengan cara bacaan benang tengah P1
dikurangi dengan bacaan benang tengah P2 .
Pada
pengukuran posisi I P1 = 1.846 dan P2 = 0.342, sehingga
beda tinggi = 1.846 – 0.342 = 1.504.
Pada
pengukuran posisi II P1 = 1.948 dan P2 = 0.440, sehingga
beda tinggi = 1.948 – 0.440 = 1.508.
Dari hasil kedua
pengukuran diatas beda tinggi kedua titik ternyata tidak sama, ini berarti
pesawat yang dipakai tidak layak. tidak ada koreksi. Pesawat tersebut harus
dilakukan kalibrasi.
4. Cara
Menyetel Pesawat Penyipat Datar
Gambar Pesawat Penyipat Datar
Pada prinsipnya
penyetelan alat pesawat penyipat datar atau water pas adalah mendirikan pesawat
diatas statif. Adapun caranya adalah sebagai berikut :
a. Dirikankan tripod atau statip pada permukaan
tanah yang datar,upayakan kepala statif pada kondisi datar .
b. Pastikan kaki-kaki statip masuk ke dalam tanah
dengan cara menginjak sepatu pada kaki statif, tinggi statip disesuaikan dengan
orang yang akan membidik dan permukaan kepala statip diusahakan relatif datar.
c. Letakkan pesawat penyipat
datar diatas statif kemudian dikunci.
Gambar Surveyor Menyetel PPD
d. Mengatur ketiga buah sekrup penyetel ( A, B, C),
untuk menentukan gelembung nivo posisi ditengah.
e. Sejajarkan teropong dengan dua buah sekrup A dan
B (kadudukan I), kemudian sekrup diputar searah (jika masuk, masuk semua; jika
keluar, keluar semua) agar kedudukan gelembung nivo tepat di tengah-tengah.
f. Putar teropong 90 derajat supaya posisinya tegak
lurus terhadap dua sekrup A, B (kedudukan II), kemudian putar sekrup C agar
kedudukan gelembung nivo tepat di tengah-tengah.
g. Dirikan rambu ukur secara tegak lurus dititik P1
dan dititik P2 dan dirikan pesawat penyipat datar berjarak ± 30 meter dari Pi
dan P2.
h. Arahkan teropong pesawat penyipat datar ke rambu
P1,kemudian baca benang tengah( misal 1.568 ).
Gambar Surveyor Sedang Mambaca Rambu
i. Putar dan arahkan teropong pesawat penyipat
datar ke rambu P2,kemudian baca benang tengah ( misal 1.244 ).
Gambar Posisi PPD di Tengah
j. Pindahkan pesawat penyipat datar didepan rambu
P2 berjarak ± 5 meter,lalu stel pesawat dengan baik sehingga gelembung nivo
ditengah-tengah.
Gambar Posisi PPD di Depan Rambu ± 5 m
k. Arahkan teropong pesawat ke rambu P1,lalu baca
benang tengah ( misal 1.688 ), kemudian arahkan teropong pesawat ke rambu P2,
lalu baca benang tengah ( misal 1.369 ).
l. Hitunglah beda tinggi kedua titik yang diukur
pada dua posisi I.
Dari hasil pembacaan
kedua posisi diatas didapat :
Beda tinggi posisi I =
1.568 – 1.244 = 0.324
Beda tinggi posisi II =
1.688 - 1.369 = 0.329
m. Dari hasil kedua pengukuran
didapatkan beda tinggi yang tidak sama atau ada perbedaan sebesar
0.329 – 0.324 = 0.005 m atau 5 mm, kalau pesawat penyipat datar tersebut pada
kondisi laik pakai,maka kedua beda tinggi tersebut harus sama. Bisa dikatakan
bahwa pesawat penyipat datar tersebut tidak laik/tidak presisi.
5. Cara Mengkalibrasi Pesawat Penyipat Datar
a. Bukalah penutup lensa okuler pada teropong
pesawat penyipat datar,pada posisi II arahkan teropong ke rambu P1.
b. Putarlah pengatur koreksi benang tengah dengan
tuas yg tersedia di kotak pesawat , sehingga bacaan rambu P1 berkurang setengah
kesalahan ( 2 mm ) sehingga bacaan benang tengah menjadi 1. 686.
c. Pindahkan pesawat penyipat datar ditengah-tengan
antara rambu P1 dan rambu P2 ( posisi I ),kemudian stel gelembung nivo berada
ditengah,siap untuk melakukan pembacaan.
d. Arahkan teropong pesawat ke rambu P1,lakukan
pembacaan benang tengah (misal 1.544 ).
e. Putar teropong pesawat dan arahkan ke rambu P2,
lalu lakukan pembacaan benang tengah ( misal 1.221 ).
Gambar Posisi Pesawat di Tengah
f. Pindahkan pesawat penyipat datar didepan rambu P2 ( posisi II) ± 5
meter,kemudian stel gelembung nivo berada ditengah,siap untuk melakukan
pembacaan.
g. Arahkan teropong pesawat ke rambu P1,lakukan pembacaan benang
tengah (misal 1.665 ).
h. Putar teropong pesawat dan arahkan ke rambu P2,
lalu lakukan pembacaan benang tengah ( misal 1.330).
i. Pindahkan pesawat penyipat datar didepan rambu
P2 ± 5 meter,kemudian stel hingga gelembung nivo berada ditengah,arahkan
teropong ke rambu P2 ,kemudian baca benang tengah (misal 1.441
),kemudian arahkan teropong ke rambu A,lalu baca benang tengah (misal 1.765 ).
Gambar Posisi PPD di
Depan Rambu ± 5 m
j. Beda tinggi kedua posisi pengukuran tersebut
adalah :
Beda tinggi posisi I = 1.655-1.330 = 0.325 dan
Beda tinggi posisi II = 1.765-1.441=
0.324 ada beda sebesar 0.001 atau 1 mm.
Kalau pesawat penyipat datar memiliki acurasi
1-2 mm, maka kesalahan ini masih dalam batas toleransi atau dengan kata lain
pesawat sudah laik pakai.
Referensi :
2. Buku Manual Pesawat Penyipat Datar Merk TOPCON.
Langganan:
Postingan (Atom)