Breaking News

Kamis, 09 April 2015

Macam-macam Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

Macam-macam Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu
Sambungan Kayu
 Konstruksi kayu merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung. Sambungan dan hubungan kayu merupakan pengetahuan dasar mengenai konstruksi kayu yang sangat membantu dalam penggambaran konstruksi sambungan dan hubungan kayu atau bagaimana pemberian tanda (paring) saat melaksanakan praktik pembuatan sambungan dan hubungan kayu sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu
Kita bedakan antara hubungan kayu dan sambungan kayu. Yang dimaksud dengan sambungan kayu adalah dua batang kayu atau lebih yang disambung-sambung sehingga menjadi satu batang kayu panjang atau mendatar maupun tegak lurus dalam satu bidang datar atau bidang dua dimensi. Sedangkan yang disebut dengan hubungan kayu yaitu dua batang kayu atau lebih yang dihubung-hubungkan menjadi satu benda atau satu bagian konstruksi dalam satu bidang (dua dimensi) maupun dalam satu ruang berdimensi tiga.
Dalam menyusun suatu konstruksi kayu pada umumnya terdiri dari dua batang atau lebih masing-masing dihubungkan menjadi satu bagian hingga kokoh. Untuk memenuhi syarat kekokohan ini maka sambungan dan hubungan-hubungan kayu harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
a. Sambungan harus sederhana dan kuat. Harus dihindari takikan besar dan dalam, karena dapat mengakibatkan kelemahan kayu dan diperlukan batang-batang kayu berukuran besar, sehingga dapat merupakan pemborosan.
b. Harus memperhatikan sifat-sifat kayu, terutama sifat menyusut, mengembang dan tarikan.
c. Bentuk sambungan dari hubungan konstruksi kayu harus tahan terhadap gaya-gaya yang bekerja.




Hubungan kayu dibagi dalam 3 kelompok ialah:
a. Sambungan kayu arah memanjang
b. Hubungan kayu yang arah seratnya berlainan (menyudut)
c. Sambungan kayu arah melebar (sambungan papan)

Sambungan memanjang digunakan untuk menyambung balok tembok, gording dan sebagainya. Hubungan kayu banyak digunakan pada hubungan-hubungan
pintu, jendela, kuda-kuda dan sebagainya. Sedangkan sambungan melebar digunakan untuk bibir lantai, dinding atau atap.

Sambungan Kayu Arah Memanjang Mendatar
Sambungan memanjang ini terdiri dari sambungan mendatar dan tegak lurus.
a. Sambungan bibir lurus
b. Sambungan bibir lurus berkait
c. Sambungan bibir miring
d. Sambungan bibir miring berkait
e. Sambungan memanjang balok kunci
f. Sambungan memanjang kunci jepit
g. Sambungan tegak lurus.


Sambungan Bibir Lurus
Sambungan ini digunakan bila seluruh batang dipikul, misalnya balok tembok. Pada sambungan ini kayunya banyak diperlemah karena masing-masing bagian ditakik separuh kayu.






Gambar 12.14 Sambungan Bibir Lurus
Gambar 12.15 Sambungan Bibir Lurus
Sambungan Bibir Lurus Berkait
Sambungan kait lurus ini digunakan bila akan ada gaya tarik yang timbul. Gaya tarik diterima oleh bidang kait tegak sebesar:
L x 1/5 t x į Tk
į Tk =tegangan tekan yang diizinkan pada kayu/serat kayu dan oleh bidang geser mendatar sebesar 1/5 t x 1 ¼ t x į gs
į gs = tegangan geser yang diizinkan pada kayu = lebar kayu balok
                                                          
Gambar 12.16 Sambungan Bibir Lurus Berkait

Sambungan Bibir Miring
Sambungan bibir miring digunakan untuk menyambung gording pada jarak 2.5 - 3.50 m dipikul oleh kuda-kuda. Sambungan ini tidak boleh disambung tepat di atas kuda-kuda karena gording sudah diperlemah oleh takikan pada kuda-kuda dan tepat di atas kaki kuda-kuda gording menerima momen negatif yang dapat merusak sambungan. Jadi sambungan harus ditempatkan pada peralihan momen positif ke momen negatif sebesar = Q. Maka penempatan sambungan pada jarak 1/7 – 1/9 dari kuda-kuda.

Gambar 12.17 Sambungan Bibir Miring
Sambungan Bibir Miring Berkait
Sambungan ini seperti pada sambungan bibir miring yang diterapkan pada gording yang terletak 5 – 10 cm dari kaki kuda-kuda yang berjarak antara 2.50 – 3.50 m. Gaya tarik yang mungkin timbul, diterima oleh bidang geser saja sebesar:

            A x b x Õ gs
Õ gs
=
tegangan geser yang diizinkan pada kayu
a
=
bidang kait
b
=
panjang bidang geser

 
                       
Gambar 12.18 Sambungan Bibir Miring Berkait

Sambungan Memanjang Balok Kunci
Sambungan balok kunci ini digunakan pada konstruksi kuda-kuda untuk menyambung kaki kuda-kuda maupun balok tarik. Ke dua ujung balok yang disambung harus saling mendesak rata. Dalam perhitungan kekokohan bantuan baut tidak diperhitungkan. Ketahanan tarik dihitung sebagai berikut:
a. Daya tahan tarik pada penampang bagian batang yang ditakik yaitu:
b. ( T – a ) x L x į tr į tr = tegangan tarik yang diizinkan pada kayu Untuk kayu jati į tr = 100  kg/cm2
c. Daya tahan tekan dari kait sebesar: a x L x į tk Untuk kayu jati į tk = 100 kg/cm2
d. Daya tahan geser dari kait sebesar: h x L x į gs Untuk kayu jati į gs = 20 kg/cm2

Dari ke tiga hasil daya tahan tersebut di atas yang diambil yang terkecil ialah daya tahan batang tarik. Pengaruh baut-baut tidak dihitung, hanya untuk menjepit. Pada umumnya panjang kunci 100 cm dan panjang takikan 25 cm, dalam takikan 2 cm. Jika tepat pada ke dua ujung batang dihubungkan dengan sebuah tiang kuda-kuda (makelar), memerlukan lubang untuk pen yang berguna untuk penjaga-an menyimpangnya batang. Bila terdapat lubang untuk pen maka disitulah bagian tarik terlemah.

Gambar 12.19 Sambungan Memanjang Balok Kunci


Sambungan Memanjang Balok Kunci Jepit
Dengan adanya gaya-gaya, momen yang terjadi akibat adanya sambungan kunci hanya satu sisi tersebut, maka kita perlu untuk menetralkan momen-momen sekunder tersebut dengan membuat sambungan kunci rangkap yaitu dikanan dan kiri balok yang akan disambung. Hal ini dinamakan sambungan balok jepit.

Gambar 12.20 Sambungan Memanjang Balok Kunci Jepit

Sambungan Kayu Arah Memanjang Tegak
Sambungan ini biasa digunakan untuk menyambung tiang-tiang yang tinggi dimana dalam perdagangan sukar didapatkan persediaan kayu-kayu dengan ukuran yang diinginkan. Untuk itu perlu membuat sambungan-sambungan tiang, hal ini yang disebut sambungan tegak lurus.




Gambar 12.21 Sambungan Memanjang Tegak Lurus




Hubungan Kayu
Hubungan kayu merupakan dua buah kayu yang saling bertemu secara siku-siku, sudut pertemuan atau persilangan. Hubungan kedua kayu tersebut selain dapat dilakukan dengan takikan ½ kayu dapat pula menggunakan hubungan pen dan lubang. Pen dibuat 1/3 tebal kayu dan lubang pen lebarnya dibuat ½ tebal kayu yang disambungkan. Untuk memperkuat hubungan kayu tersebut biasanya menggunakan penguat paku atan pen dari kayu


Gambar 12.22 Hubungan Kayu Menyudut

Hubungan pen dan lubang terbuka, karena lubangnya dibatasi dengan 3 bidang. Apabila pada sambungan di atas bekerja gaya (gaya menekan balok B), maka pada prinsipnya gaya itu ditahan oleh lebarnya pen supaya pennya kuat, maka bagian pen itu diperlebar masuk ke balok A dan kayu A di cowak 1/8 -1/6 lebar balok B. Hubungan ini disebut hubungan pen dan lubang pakai gigi.

           
Gambar 12.23 Hubungan Kayu Menyudut Dengan Lubang dan Gigi



Pada hubungan sudut ada yang memakai istilah ekor burung terbenam. Pemakaian hubungan ini bila tidak terpaksa karena ada gaya yang bekerja untuk melepaskan hubungan, untuk itu jangan digunakan selain dalam pengerjaannya lebih sulit.






Gambar 12.24 Hubungan Ekor Burung terbenam

Hubungan pada pertemuan dapat dibuat dengan menakik setengah tebal kayu atau dapat juga dibuat hubungan pen dan lubang yang tembus maupun tidak tembus. Bilamana pada balok tersebut menerima gaya tarik maka dapat dibuat dengan hubungan ekor burung layang. Pada bagian yang menerima gaya tarik ditakik sebelah kanan dankiri sebesar 1/8 -1/6 lebar balok.







Gambar 12.25 Hubungan Ekor Burung Layang
Bilamana hubungan ekor burung agar tidak kelihatan penampangnya dengan maksud agar kelihatan rapi maka hubungannya dibuat tidak tembus dengan jalan memotong ekor burungnya sebesar 2 cm. Dan untuk takikan ukurannya sama dengan hubungan ekor burung layang.

Gambar 12.26 Hubungan Ekor Burung Layang (tidak tembus)
Sedangkan bila pada hubungan pertemuan terjadi gaya ungkit yang bekerja maka dapat dibuat hubungannya dengan ekor burung sorong. Untuk itu bibir ekor burung ditakik ½ tebal kayu dan pada samping kanan dan kiri dibuat takikan selebar 1/8 -1/6 lebar balok.
Gambar 12.27 Hubungan Ekor Burung Sorong
Apabila pada hubungan pertemuan, dapat dibongkar pasang maka hubungan dibuat pen dan lubang tersebut tembus dan dadanya dibuat takikan untuk tempat penguatan dengan pen.

Gambar 12.28 Hubungan Kayu Menyudut Dengan Lubang dan Pen
Pada hubungan persilangan antara 2 balok biasanya digunakan pada hubungan balok gording dengan kaki kuda-kuda, hubungan balok induk dengan balok anak. Umumnya hubungan itu disebut
loef, voorloef, dan loef voorloef.
Hubungan loef artinya pada kedua balok saling bersilangan ditakik sedalam 1.5 - 2 cm dari lebarnya. Salah satu takikan ini yang dinamakan dengan loef.

Gambar 12.29 Hubungan Loef
Hubungan voorloef pada balok pertama dibuat takikan lebar 1 -
1.5 cm dan dalamnya 1.5 - 2 cm panjangnya sama dengan lebar balok, sehingga disebut voorloef. Untuk balok satunya atau yang ada diatasnya dibuat takikan sedalam 1.5 – 2 cm dan lebarnya sama dengan lebar balok dikurangi 2 x lebar takikan.

Gambar 12.30 Hubungan Voorloef
Hubungan loef voorloef merupakan kombinasi dari hubungan loef dan voorloef, walaupun jarang sekali digunakan karena pembuatannya lebih sulit. Adapun ketentuannya bahwa pada balok atas dibuat loef dengan takikan sedalam 1.5 – 2 cm, sedangkan pada balok bawah dibuat loef dan voorloef sedalam 1.5 – 2 cm, lebarnya 1 – 1.5 cm, serta panjang loef dan voorloef sama dengan lebar balok dikurangi 2 x lebar voorloef (1–1.5 cm).
Gambar 12.31 Hubungan Loef dan Voorloef


Sambungan Kayu Arah Melebar
Untuk papan-papan yang akan dipergunakan sebagai lantai atau dinding bangunan, disambung terlebih dahulu agar lantai maupun dinding kayu dapat rapat dan kelihatan bersih. Akan tetapi sebelum membuat sambungan hendaknya perlu diperhatikan dahulu sisi mana yang akan disambung.
Adapun teknik penyambungannya bermacam-macam ada dengan perekat, paku, alur dan lidah dengan profil. Dengan paku sambungan akan lebih rapat walaupun terjadi susut pada papan tersebut. Bila dengan sambungan bentuk lain khawatir ada penyusutan sehingga dinding akan kelihatan jelek, maka dibuat lat atau profil untuk mengelabui, di samping untuk factor keindahan dalam pemasangan.


Gambar 12.32 Macam-macam Sambungan Papan Melebar
Read more ...

Minggu, 22 Maret 2015

Pengukuran Beda Tinggi Dengan  Pesawat Penyipat Datar.
Oleh : Drs. Andreas Mulyono,MT
( Widyaiswara PPPPTK BOE Malang)

Abstrak.
Pengukuran beda tinggi adalah suatu pekerjaan pengukuran untuk menentukan beda tinggi beberapa titik dimuka bumi terhadap tinggi muka air laut rata-rata. Pekerjaan ini dapat pula diaplikasikan pada pekerjaan konstruksi bangunan dimana titik titik konstruksi harus ditentukan ketinggiannya atau elevasinya. Untuk pekerjaan pengukuran pada pekerjaan konstruksi memerlukan alat pengukur beda tinggi yang mempunyai akurasi yang tinggi. Alat yang biasa dipakai pada pekerjaan pengukuran beda tinggi adalah Water pas , selang ukur dan atau Pesawat Penyipat Datar. Alat Pesawat Penyipat Datar yang dipakai untuk Melakukan pekerjaan pengukuran beda tinggi harus mempunyai akusari yang disyaratkan , artinya alat tersebut harus akurat, sehingga dapat menghasilkan pengukuran yang tepat.
1.  Prinsip dan Fungsi Pengukuran Beda Tinggi
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat Pesawat Penyipat Datar (waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri vertical. Maka beda tinggi dapat dicari atau dihitung dengan menggunakan rumus pengurangan antara bacaan benang tengah rambu muka  ( BTA ) dan bacaan benang tengah rambu belakang ( BTB ).
Rumus beda tinggi antara dua titik :
BT = BTB – BTA
Keterangan :
BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah rambu Muka
BTB = bacaan benang tengah rambu  Belakang
Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka, sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil dari perhitungan.
Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain :
a. Merancang jalan raya,Jalan KA dan saluran-saluran.
b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.
c. Menghitung volume pekerjaan tanah.
d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
2.  Syarat - syarat pesawat  penyipat datar.
Syarat – syarat alat sipat datar adalah :
Pertama : Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
Kedua    : Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
Ketiga    : Garis mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
3.  Pengukuran Beda Tinggi.
Pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat  dicari / dihitung dengan mencari selisih pembacaan benang tengah ( bt ) dari kedua titik tersebut, sehingga :
ht = Btb - Btm
ht = beda tinggi
Btb = bacaan benang tengah belakang
Btm = bacaan benang tengah muka
Bila muka lebih tinggi dari pada belakang maka ht bertanda positip dan sebaliknya.
Langkah Pengukuran :
1. Dirikan 2 patok P1 dan P2  yang berjarak 60 m , siapkan daftar  pengukuran, catat nomor pesawat penyipat datar yang akan dipakai .
2. Dirikan rambu ukur di  patok P1 dan P2 , tempatkan peswat penyipat datar ditengah tengah P1 dan P2 ( posisi I ) dan stel pesawat penyipat datar sampai siap pakai.


Gambar Posisi Pesawat Di Tengah
3. Lakukan  pembacaan rambu ukur P0 dan P1 dan catat bacaan benang tengahnya, misalnya bacaan P1 = 1.846 dan P2 = 0.342
4. Pindahkan pesawat penyipat datar didepan   P1 dengan jarak 5 m ( posisi II )  dan stel  pesawat penyipat datar sampai siap pakai , selanjutnya arahkan pesawat ke rambu P1 dan ke P2, baca dan catat benang tengahnya, misalnya P1 = 1.948 dan P2 = 0.440
5. Dengan dua kali pengukuran ( posisi I dan Posisi II ) , lakukan perhitungan beda tinggi kedua titik ( P1 dan P2 ) !

Gambar Posisi Pesawat Di Depan Rambu ± 5 m
Analisa hasil pengukuran :
Beda  tinggi atitik P1 dan P2 dapat dihitung dengan cara  bacaan benang tengah P1 dikurangi  dengan bacaan benang tengah P2 .
Pada pengukuran  posisi I  P1 = 1.846 dan P2 = 0.342, sehingga beda tinggi  = 1.846 – 0.342 = 1.504.
Pada pengukuran  posisi II  P1 = 1.948 dan P2 = 0.440, sehingga beda tinggi  = 1.948 – 0.440 = 1.508.
Dari hasil kedua pengukuran diatas beda tinggi kedua titik ternyata tidak sama, ini berarti pesawat yang dipakai tidak layak. tidak ada koreksi. Pesawat tersebut harus dilakukan kalibrasi.



4.  Cara Menyetel Pesawat Penyipat Datar


Gambar Pesawat Penyipat Datar
Pada prinsipnya penyetelan alat pesawat penyipat datar atau water pas adalah mendirikan pesawat diatas statif. Adapun caranya adalah sebagai berikut :
a.    Dirikankan tripod atau statip pada permukaan tanah yang datar,upayakan kepala statif pada kondisi datar .
b.    Pastikan kaki-kaki statip masuk ke dalam tanah dengan cara menginjak sepatu pada kaki statif, tinggi statip disesuaikan dengan orang yang akan membidik dan permukaan kepala statip diusahakan relatif datar.
c.    Letakkan  pesawat penyipat datar  diatas statif kemudian dikunci.

Gambar Surveyor Menyetel PPD


d.    Mengatur ketiga buah sekrup penyetel ( A, B, C), untuk menentukan gelembung nivo posisi ditengah.
e.    Sejajarkan teropong dengan dua buah sekrup A dan B (kadudukan I), kemudian sekrup diputar searah (jika masuk, masuk semua; jika keluar, keluar semua) agar kedudukan gelembung nivo tepat di tengah-tengah.
f.     Putar teropong 90 derajat supaya posisinya tegak lurus terhadap dua sekrup A, B (kedudukan II), kemudian putar sekrup C agar kedudukan gelembung nivo tepat di tengah-tengah.
g.    Dirikan rambu ukur secara tegak lurus dititik P1 dan dititik P2 dan dirikan pesawat penyipat datar berjarak ± 30 meter dari Pi dan P2.
h.    Arahkan teropong pesawat penyipat datar ke rambu P1,kemudian baca benang tengah( misal 1.568 ).



Gambar Surveyor Sedang Mambaca Rambu
i.      Putar dan arahkan teropong pesawat penyipat datar ke rambu P2,kemudian baca benang tengah ( misal 1.244 ).

Gambar Posisi PPD di Tengah


j.      Pindahkan pesawat penyipat datar didepan rambu P2 berjarak ± 5 meter,lalu stel pesawat dengan baik sehingga gelembung nivo ditengah-tengah.


Gambar Posisi PPD di Depan Rambu ± 5 m

k.    Arahkan teropong pesawat ke rambu P1,lalu baca benang tengah ( misal 1.688 ), kemudian arahkan teropong pesawat ke rambu P2, lalu baca benang tengah ( misal  1.369 ).
l.      Hitunglah beda tinggi kedua titik yang diukur pada dua posisi I.
Dari hasil pembacaan kedua posisi diatas didapat :
Beda tinggi posisi I = 1.568 – 1.244 = 0.324   
Beda tinggi posisi II = 1.688 - 1.369 = 0.329
m.   Dari hasil kedua  pengukuran didapatkan beda tinggi yang tidak sama atau ada perbedaan  sebesar 0.329 – 0.324 = 0.005 m atau 5 mm, kalau pesawat penyipat datar tersebut pada kondisi laik pakai,maka kedua beda tinggi tersebut harus sama. Bisa dikatakan bahwa pesawat penyipat datar tersebut tidak laik/tidak presisi.

5.  Cara Mengkalibrasi Pesawat Penyipat Datar

a.    Bukalah penutup lensa okuler pada teropong pesawat penyipat datar,pada posisi II arahkan teropong ke rambu P1.
b.    Putarlah pengatur koreksi benang tengah dengan tuas yg tersedia di kotak pesawat , sehingga bacaan rambu P1 berkurang setengah kesalahan ( 2 mm ) sehingga bacaan benang tengah menjadi 1. 686.
c.    Pindahkan pesawat penyipat datar ditengah-tengan antara rambu P1 dan rambu P2 ( posisi I ),kemudian stel gelembung nivo berada ditengah,siap untuk melakukan pembacaan.
d.    Arahkan teropong pesawat ke rambu P1,lakukan pembacaan benang tengah (misal 1.544 ).
e.    Putar teropong pesawat dan arahkan ke rambu P2, lalu lakukan pembacaan benang tengah ( misal 1.221 ).


Gambar Posisi Pesawat di Tengah

f.     Pindahkan pesawat penyipat datar didepan rambu P2 ( posisi II) ± 5 meter,kemudian stel gelembung nivo berada ditengah,siap untuk melakukan pembacaan.
g.     Arahkan teropong pesawat ke rambu P1,lakukan pembacaan benang tengah (misal 1.665 ).
h.     Putar teropong pesawat dan arahkan ke rambu P2, lalu lakukan pembacaan benang tengah ( misal 1.330).
i.    Pindahkan pesawat penyipat datar didepan rambu P2 ± 5 meter,kemudian stel hingga gelembung nivo berada ditengah,arahkan teropong ke rambu P2  ,kemudian baca benang tengah (misal 1.441 ),kemudian arahkan teropong ke rambu A,lalu baca benang tengah (misal 1.765 ).

Gambar Posisi PPD di Depan Rambu ± 5 m
j.    Beda tinggi kedua posisi pengukuran tersebut adalah :
Beda tinggi posisi I = 1.655-1.330 = 0.325 dan
Beda tinggi posisi II = 1.765-1.441= 0.324  ada beda sebesar 0.001 atau 1 mm.
Kalau pesawat penyipat datar memiliki acurasi 1-2 mm, maka kesalahan ini masih dalam batas toleransi atau dengan kata lain pesawat sudah laik pakai.
Referensi :

2.  Buku Manual Pesawat Penyipat Datar Merk TOPCON. 

3.   Sumber : http://titorahadhiangettra.blogspot.com/
Read more ...

Pages

JANGAN LUPA FOLLOW MY BLOG UNTUK SELALU MENDAPATKAN UPDATE TIPS DAN TRIK TERBARUTERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG DI BLOG INI
Designed By VungTauZ.Com